Mengoptimalkan Perkembangan Anak Usia Dini Tanpa Dipaksa Calistung, terkait Fenomena Anak Kelas 1 SD belum bisa membaca

Opini87 Dilihat

Masih banyak ditemukan kasus anak-anak di kelas SD masih belum bisa membaca dengan lancar, tentunya ini menjadi suatu problem yang meresahkan bagi orang tua dan guru, sekaligus juga menjadi salah satu tekanan pada lembaga pendidikan PAUD (Taman Kanak-Kanak, Raudhatul Athfal, Taman Kanak-Kanak Luar Biasa, Bustanul Athfal, Kelompok Bermain, Taman Penitipan Anak, atau Bentuk Lain Yang Sederajat) untuk “Memaksakan” pembelajaran membaca sejak dini. Karena kemampuan membaca dan menulis sering dikaitkan sebagai tolak ukur keberhasilan lembaga PAUD sebagai pondasi awal.

Mengajarkan anak membaca, menulis dan berhitung (Calsitung) sejak usia dini masih menjadi pro dan kontra karena masih terjadi miskonsepsi dengan Permendikbud Nomor 137 tahun 2014. Sebagian berpendapat calistung tidak boleh diajarkan di PAUD karena bertentangan dengan Permendikbud nomor 137 tahun 2014 tersebut, padahal sejatinya Permen tentang Standar PAUD tersebut menegaskan bahwa pendekatan pembelajaran di PAUD dengan pendekatan holistik-integratif, bukan akademik. Calistung di PAUD diajarkan berbeda dengan cara belajar di SD tidak di ajarkan secara drilling, tetapi dilakukan melalui pendekatan bermain yang bermakna. Pembelajaran yang dilakukan harus menciptakan suasana yang menyenangkan, menarik bagi anak, mampu menumbuhkan motivasi, kreatifitas dan kemandirian yang terintegratif dalam kegiatan pembelajaran secara keseluruhan.

Miskonsepsi bahwa kemampuan calistung adalah satu-satunya bukti keberhasilan belajar pada anak usia dini, padahal kemampuan Literasi tidak hanya sebatas pada keaksaraan yang berujung pada baca dan tulis saja, tetapi aspek yang dibagun pada kemampuan literasi yang meliputi kemampuan bertutur, pengetahuan latar, perbendaharaan kosakata, kesadaran fonemik, dan kesadaran cetak.

Pembelajaran di PAUD melalui bermain dan kegiatan yang bermakna pada prinsipnya adalah untuk menyiapkan diri anak memiliki kemampuan dasar (fondasional) untuk melanjutkan pendidikan pada level selanjutnya. Kemampuan fondasional ini juga merupakan kemampuan yang dapat membantu anak usia dini memiliki kesiapan bersekolah. Kesiapan bersekolah murid tidak harus dicapai sebelum murid masuk ke jenjang pendidikan dasar, melainkan dapat terus dibangun bertahap mulai dari lingkup pembelajaran fase fondasi di PAUD hingga akhir fase A (sampai Kelas II SD).

Berdasarkan Standar Capaian Pembelajaran (CP) Keputusan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 046/H/KR/2025 bahwa  Capaian pembelajaaran pada Fase A jenjang  kelas I dan Kelas II SD, harus selaras dengan capaian pembelajaran pada Fase pondasi guna memastikan kesinambungan transisi dari PAUD ke SD yang mencakup 6 kemampuan pondasi yakni :  1). mengenal nilai agama dan budi pekerti; 2). kematangan emosi yang cukup untuk berkegiatan di lingkungan belajar; 3). keterampilan sosial dan bahasa yang memadai untuk berinteraksi sehat dengan teman sebaya dan individu lainnya; 4). pemaknaan terhadap belajar yang positif; 5). pengembangan keterampilan motorik dan perawatan diri yang memadai untuk dapat berpartisipasi di lingkungan sekolah secara mandiri; dan 6). kematangan kognitif untuk melakukan kegiatan belajar.

Berdasarkan CP tersebut, lalu bagaimana mengatasi kemampuan calistung anak ?

Untuk mengoptimalkan kemampuan anak tanpa membuat anak merasa dipaksa belajar, maka diperlukan kolabarasi guru dan orang tua serta lingkungan belajar yang menyenangkan dan aman bagi anak. Kegiatan belajar tidak hanya menjadi tanggung jawab guru tetapi perlu melibatkan peran orang tua dirumah. Guru harus mampu mengenali karakteristik anak dan latar belakang keluarga anak, sehingga mampu memetakan metode yang tepat bagi anak. Keterlibatan orang tua dirumah dengan melakukan stimulasi pada anak sehingga anak memiliki motivasi untuk belajar. Pendekatan belajar calistung pada anak PAUD dilakukan dengan bermain yang bermakna dengan pendekatan yang kongkrit, misalnya untuk mengenalkan huruf “P” guru dapat menunjukan kartu bergambar pisang, dan mengkaitkan dengan nama anak, nama benda, atau nama hewan yang berawalan huruf P. Guru juga bisa menggunakan media misalnya proyektor, handphone dengan gambar-gambar atau vidio yang relevan dengan konten yang diajarkan sehingga menarik bagi anak. Pengenalan kosa kata sederhana anak diajak menyimak buku bacaan dari guru, mengulang cerita serta menganali simbol-simbol pada buku bacaan. Begitu juga untuk menstimulasi kemampuan anak untuk menulis dan berhitung, dimulai dari hal yang menarik bagi anak kemudian dikaitkan dengan konsep yang nyata bagi anak.

Stop menjadikan kemampuan calistung sebagai indikator keberhasilan pendidikan PAUD, karena anak pada level ini adalah bagaimana menyiapkan mental dan kemandirian anak untuk melanjutkan pendidikan selanjutnya. Periode usia dini merupakan masa yang sangat penting dalam kehidupan seorang anak karena menjadi landasan utama bagi perkembangan fisik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, dan moral-spiritual.

Guru SD kelas I harus memahami perkembangan anak untuk memastikan capaian belajar anak transisi dari PAUD ke SD. Memahami tahapan perkembangan anak dan membangun transisi yang tepat dari PAUD ke SD akan jauh lebih efektif dalam mendukung kemampuan literasi jangka panjang. Guru kelas I SD diharapkan mampu memberikan motivasi dan stimulasi kepada anak yang belum lancar membaca sehingga anak memiliki kesadaaran dan keinginan yang kuat untuk belajar.

Permasalahan tidak bisa calistung di kelas I SD tidak hanya menjadi tanggungjawab Guru PAUD tetapi kolabarasi bersama orang tua, Guru PAUD dan Guru SD sangat diperlukan untuk memastikan keberhasilan transisi anak dari PAUD ke SD.

*****

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru