Reaksi Pusat atas Wacana 6 Hari Sekolah di Jateng: Mendikdasmen Abdul Muti Tegaskan Fleksibilitas Ada di Tangan Daerah

Nasional44 Dilihat

SUARAGURU.ID, Kudus – Wacana penerapan kebijakan 6 hari sekolah untuk jenjang SMA/SMK sederajat di Provinsi Jawa Tengah (Jateng) terus menjadi topik hangat yang memicu polemik di kalangan masyarakat, termasuk siswa, orang tua, dan penggiat pendidikan. Menanggapi gelombang pro dan kontra yang terjadi, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) RI, Abdul Muti, akhirnya angkat bicara, memberikan kejelasan mengenai posisi pemerintah pusat terkait regulasi waktu belajar.

Fokus Aturan Nasional: Batas Jam Belajar Per Pekan

Dalam keterangannya pada Jumat (21/11/2025), Mendikdasmen Abdul Muti menegaskan bahwa aturan pendidikan yang berlaku secara nasional lebih fokus pada lama belajar total dalam satu pekan, bukan pada jumlah hari sekolah.

“Pada prinsipnya yang kita atur itu lama belajar dalam sepekan, itu harus sesuai dengan ketentuan,” ungkap Abdul Muti.

Penekanan ini mengindikasikan bahwa selama total jam pembelajaran mingguan yang diwajibkan oleh kurikulum nasional terpenuhi, pemerintah daerah diberikan otonomi penuh untuk menentukan skema implementasinya.

Keleluasaan Penuh Ada di Tangan Pemprov Jateng

Abdul Muti secara eksplisit menjelaskan bahwa implementasi dan interpretasi dari aturan tersebut diserahkan sepenuhnya kepada kebijakan pemerintah daerah (Pemda). Ini berarti Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memiliki keleluasaan untuk memutuskan apakah waktu belajar tersebut akan didistribusikan dalam format lima hari atau enam hari, asalkan standar total jam belajar mingguan tercapai.

“Dari situ nantinya mau diterapkan dalam lima hari atau enam hari itu sesuai dengan kebijakan Pemda, karena pada prinsipnya kami hanya mengatur lamanya pembelajaran dalam seminggu (sepekan),” tambahnya.

Pernyataan ini secara efektif memberikan “lampu hijau” kepada Pemprov Jateng untuk menetapkan kebijakan waktu belajar yang dianggap paling tepat dan sesuai dengan kebutuhan serta kondisi daerah mereka, tanpa melanggar regulasi pokok dari pusat.

Latar Belakang dan Kontroversi Kebijakan

Rencana pemberlakuan kebijakan 6 hari sekolah ini direncanakan akan mulai efektif pada semester depan, yakni awal tahun 2026, khusus untuk jenjang SMA/SMK sederajat di seluruh Jawa Tengah.

Penerapan kebijakan ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan mendalam dari Pemerintah Provinsi. Salah satu argumen utama adalah mengenai pengawasan kegiatan siswa saat akhir pekan. Penambahan hari sekolah dinilai dapat meminimalisir adanya waktu luang siswa yang berpotensi disalahgunakan untuk melakukan hal negatif, sehingga diharapkan dapat mengalihkan energi siswa pada kegiatan yang lebih terstruktur dan edukatif.

Kendati demikian, wacana ini menuai respons penolakan yang signifikan dari sebagian publik. Kelompok yang menolak berargumen bahwa penambahan hari sekolah akan mengurangi secara drastis waktu istirahat siswa. Kekhawatiran utama adalah terjadinya kelelahan fisik dan mental (burnout) yang pada akhirnya dapat menyebabkan siswa tidak maksimal dalam menerima dan mencerna ilmu di sekolah.

Polemik mengenai keseimbangan antara waktu belajar dan waktu istirahat ini turut mendapatkan perhatian serius dari akademisi, pakar psikologi pendidikan, dan seluruh lapisan masyarakat yang bersangkutan dengan dunia pendidikan di Jawa Tengah. Diskusi mengenai dampak kebijakan ini terhadap kesehatan mental siswa dan kualitas penyerapan materi pelajaran masih terus bergulir, menjadi tantangan bagi Pemprov Jateng untuk mencari titik temu yang optimal.

Dengan adanya penegasan dari Mendikdasmen Abdul Muti, fokus perdebatan kini beralih kepada pertimbangan dan analisis mendalam dari Pemprov Jateng dalam merumuskan kebijakan akhir yang paling berpihak pada kepentingan terbaik siswa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *