THAILAND, SUARAGURU.ID– Perjuangan Timnas Indonesia U-22 di cabang olahraga sepak bola putra SEA Games 2025 harus terhenti di fase grup. Meskipun berhasil meraih kemenangan 3-1 atas Myanmar dalam pertandingan penentuan Grup C di Stadion 700th Anniversary pada Jumat (12/12/2025), hasil tersebut tidak cukup untuk mengamankan satu tiket ke babak semifinal.
Indonesia harus menang dengan margin gol yang lebih besar, minimal 3-0 atau 4-1, untuk bisa menyamai atau melampaui raihan poin dan selisih gol tim runner-up terbaik dari grup lain (Malaysia, yang saat itu memimpin klasemen runner-up terbaik dengan 3 poin dan selisih gol +1).
Gol-gol kemenangan Garuda Muda dicetak oleh Toni Firmansyah (menit ke-44) dan brace dari Jens Raven (menit ke-89 dan 95). Sayangnya, gawang Indonesia sempat kebobolan lebih dulu oleh Min Maw Oo pada menit ke-28, yang membuat Timnas wajib mencetak lebih banyak gol lagi di sisa waktu. Hasil akhir 3-1 memastikan Indonesia tersingkir karena kalah dalam perhitungan runner-up terbaik.
Analisis Strategi dan Kualitas Tim:
Kegagalan ini memunculkan pertanyaan besar, mengingat Timnas U-22 kali ini diperkuat sejumlah pemain yang memiliki pengalaman bermain di level senior dan bahkan beberapa pemain diaspora yang bermain di luar negeri (seperti Ivar Jenner dan Rafael Struick).
Permasalahan Krusial antara lain:
“Laga Pembuka yang Fatal”: Kekalahan mengejutkan 0-1 dari Filipina di pertandingan pertama menjadi penentu nasib buruk. Pelatih Indra Sjafri mengakui ada kesalahan dalam skema set piece yang berujung pada gol Filipina, sesuatu yang seharusnya sudah dievaluasi dan diantisipasi.
“Efektivitas Lini Serang” : Meskipun mendominasi penguasaan bola di beberapa pertandingan, Indonesia U-22 kerap kesulitan dalam mengonversi peluang emas menjadi gol. Lini depan dinilai kurang klinis dan tumpul dalam penyelesaian akhir di momen-momen krusial, seperti yang terlihat saat melawan Filipina, di mana beberapa peluang terbuka terbuang sia-sia.
“Strategi yang Mudah Dibaca: Pengamat menyoroti bahwa pola permainan Timnas U-22 dinilai terlalu mudah dibaca lawan. Selain itu, ketergantungan pada satu-dua pemain andalan membuat lawan lebih mudah meredam serangan. Kelemahan di lini tengah dan pertahanan, terutama dalam hal komunikasi dan koordinasi, juga disebut sebagai faktor kebobolan yang tidak perlu.
“Tekanan Mental”: Sebagai juara bertahan (SEA Games 2023) dan dengan target yang besar, tekanan mental yang diemban pemain U-22 dinilai sangat berat. Pengamat berpendapat bahwa tim tidak menunjukkan attitude dan mental yang siap bersaing layaknya tim unggulan.
Keberadaan pemain-pemain yang sudah matang di level senior seharusnya menjadi keunggulan. Namun, hal ini tidak sepenuhnya terefleksikan dalam performa tim secara kolektif. Kualitas individu yang mumpuni tidak serta merta menjadi tim yang solid jika strategi, game adjustment, dan mental bertanding belum maksimal.
“Tanggapan dan Kekecewaan Publik”
Pendapat Pengamat Sepak Bola (Weshley Hutagalung & Kesit Budi Handoyo):
* Kesit Budi Handoyo menyatakan kekecewaannya, menyebut penampilan Timnas U-22 “tak memperlihatkan kesiapan layaknya sebuah tim yang akan bersaing”. Ia menyoroti bahwa Filipina bukanlah lawan istimewa, namun mereka tampil lebih tenang dan disiplin, serta tahu cara menghentikan peluang Indonesia.
* Weshley Hutagalung menyoroti bahwa pelatih (Indra Sjafri) berada dalam tekanan besar, dan para pemain tampil kurang maksimal. Selain itu, ia juga mengkritik bahwa “strategi (Timnas U-22) mudah dibaca” oleh tim lawan.
Kekecewaan Suporter Indonesia:
Kegagalan ini menuai gelombang kekecewaan yang besar dari suporter dan masyarakat Indonesia. Ekspektasi untuk setidaknya lolos ke semifinal sangat tinggi, terutama setelah keberhasilan merebut medali emas di edisi sebelumnya.
“Menurut penggemar Timnas “Yopi Boe,” menyatakan rasa frustrasi atas “deja vu” kegagalan di fase grup, terlebih mengingat komposisi skuad yang dianggap bertabur bintang muda.
Hal lain ditambahkan oleh “Untung Prayoga,” Banyak yang mempertanyakan efektivitas persiapan tim dan keputusan taktis di lapangan. Kemenangan 3-1 di akhir pertandingan tidak mampu meredakan kekecewaan karena terasa hampa, hanya menjadi penutup dari perjalanan yang berakhir antiklimaks, Ujarnya.
Kini, fokus akan beralih ke evaluasi mendalam oleh PSSI untuk meninjau ulang persiapan dan strategi pembinaan usia muda agar kejadian serupa tidak terulang di turnamen-turnamen internasional mendatang.









