Benarkah Kepala BKN Merendahkan PPPK? ? Yuk, Baca Naskah Akademik RUU Revisi UU ASN

Nasional289 Dilihat

JAKARTA, SUARAGURU. ID – Penjelasan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Zudan Arif Fakrullah mengenai konsep Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) menuai polemik.
Pernyataan Kepala BKN dalam video yang menyebar lewat TikTok itu oleh sebagian kalangan dianggap bermuatan merendahkan PPPK. Dalam sebuah grup WA para honorer peserta seleksi PPPK 2024, video pernyataan Prof Zudan mendapat respons negatif.

Ada yang menilai Prof Zudan menyepelekan PPPK. Ada yang menilai sebagai pernyataan yang merendahkan PPPK. Dalam kalimat pembuka di video tersebut, Prof Zudan menjelaskan konsep tentang ASN, yang terdiri dari PNS dan PPPK. Dikatakan, PNS merupakan ASN dengan jenjang karier yang asli, yang dipersiapkan sedari awal, dengan melalui tahapan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil atau CPNS.

Prof Zudan lantas menjelaskan mengenai PPPK, dalam konsep UU ASN. Ketika jabatan PNS ada yang tidak diisi dari PNS, maka diangkatlah PPPK yang sifatnya sementara.

“Jadi, PPPK itu tenaga siap pakai untuk mengisi kekosongan sementara di PNS. Tenaga siap pakai untuk mengisi kekosongan sementara,” terang Prof Zudan dalam video yang viral di kalangan PPPK dan calon PPPK Paruh Waktu.

Dia lantas memberi contoh, misal di SMA 1 Pekanbaru tidak ada guru Fisika karena sedang kuliah S2, maka pihak sekolah lewat Kepala Dinas Pendidikan dan Wali Kota Pekanbaru, mengusulkan perekrutan 1 PPPK guru fisika, yang dikontrak 3 tahun. Begitu guru fisika berstatus PNS itu sudah selesai kuliah S2 dalam waktu 3 tahun, maka tugas guru PPPK dimaksud selesai. “Konsepnya seperti itu. PNS selesai berbasis batas usia pensiun, PPPK selesai berbasis masa kontrak. Semua harus ikhlas, harus menyadari, bahwa semua akan ada akhirnya, berdasar persyaratan masing-masing,” kata Prof Zudan. Ditekankan Prof Zudan bahwa yang disampaikan itu adalah konsep awal mengenai munculnya PPPK. “Konsepnya seperti itu. Ini yang banyak belum tahu. Itulah desainnya di UU ASN.” “Maka, kalau mau desainnya diubah, ya UU diubah, PP-nya diubah, Permennya diubah,” kata Prof Zudan.

Respons Kepala BKN

Dianggap merendahkan PPPK, Kepala BKN Prof Zudan membantah dirinya berniat merendahkan PPPK.

Ditegaskan lagi bahwa yang dia sampaikan adalah tentang konsep PPPK di UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, yang sudah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2023. “Perlu saya jelaskan bahwa yang saya sampaikan itu filosofi dan isi UU 5 Tahun 2014 yang diubah dengan UU 20 Tahun 2023. Itulah perbedaan mendasar PNS dan PPPK seperti itu,” kata Prof. Zudan kepada JPNN.com Dia mengaku ikut menyusun RUU ASN sampai selesai pembahasannya. Saat itu Zudan masih menjabat kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri. Jadi, kata Prof Zudan, dia sebenarnya ingin menjelaskan bahwa PPPK itu masa kerjanya sesuai kontrak. “BKN sebagai Bapaknya para ASN akan terus membimbing semua ASN-nya baik PNS maupun PPPK agar lebih meningkat pesat literasi digital dan kapasistasnya. Delapan bulan ini BKN sudah menerbitkan 8 kebijakan yang pro karier ASN baik PNS maupun PPPK,” pungkas Prof. Zudan Arif. Jadi, benarkah dengan pernyataannya di video tersebut Kepala BKN telah merendahkan PPPK? Mari, bandingkan dengan pernyataan banyak pengamat mengenai peran Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) yang dianggap lemah, bahkan ada yang menyebut ‘mandul” dalam proses legislasi. Bahwa peran DPR RI lebih kuat dibanding DPD RI. Apakah penilaian seperti itu berarti para pengamat telah merendahkan DPD RI? Jawabnya tegas: tidak. Karena UU memang menempatkan DPD RI tidak sekuat DPR RI.

Justru, pengamat yang menggaungnya mengenai lemahnya peran DPD RI punya niat baik, agar para Wakil Daerah itu punya peran lebih kuat, setidaknya sejajar dengan DPR RI yang sama-sama berkantor di Senayan. Prof Zudan yang sering menggaungnya bahwa BKN Bapaknya ASN (PNS dan PPPK), harus dimaknai bahwa mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri itu ingin posisi PPPK lebih kuat. Mana ada bapak bergembira melihat anaknya lemah. Hanya saja, tidak mungkin Prof Zudan yang merupakan bagian dari pemerintah menyampaikan kalimat,” Ayo ubah UU ASN, ayo ubah PP-nya, ayo ubah Permenpan-nya.” Yuk, renungkan lagi kalimat Prof Zudan dalam video viral itu, yang mengatakan, “Maka, kalau mau desainnya diubah, ya UU diubah, PP-nya diubah, Permennya diubah.” Kalimat tersebut justru bisa dimaknai membangun kesadaran bagi PPPK (dan calon PPPK Paruh Waktu) mengenai posisinya yang lemah. Nah, jika para PPPK pengin poisisinya kuat selevel PNS, ya harus melalui perubahan regulasi. Caranya? Ya terserah para PPPK. Enggak mungkin Paf Zudan mendorong para PPPK agar menggelar aksi demo.

Naskah Akademis Revisi UU ASN: PPPK Lemah

Perlu diketahui bahwa Nahkah Akademis DPR RI dalam rangka revisi UU Nomor 5 Tahun 2014 juga secara gamblang mengungkap mengenai lemahnya posisi PPPK, yang bekerja dengan sistem kontrak. Begini kalimat kutipan Naskah Akademis RUU Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 2024 yang disusun DPR RI.
UU ASN telah melakukan perubahan mendasar dalam pengaturan tentang pegawai aparatur sipil negara yang selanjutnya disebut pegawai ASN. UU ASN membagi manajeman ASN ke dalam Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Di dalam ketentuan umum UU ASN dijelaskan bahwa PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan, sedangkan PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. Dengan pembagian tersebut maka UU ASN tidak hanya mengenal pegawai pemerintah sebagai pegawai tetap, yaitu PNS, akan tetapi juga mulai memperkenalkan sebuah sistem kepegawaian baru berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu/kontrak, yaitu PPPK. Namun demikian, UUASN sama sekali tidak menjelaskan alasan dan kriteria mengenai pembagian manajeman kepagawaian menjadi manajeman PNS dan PPPK. Seharusnya terdapat pembedaan berdasarkan sifat dan jenis pekerjaan. UU Ketenagakerjaan dalam hal ini mengatur bahwa Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. Dengan demikian, seseorang hanya dapat menjadi pegawai kontrak untuk masa keseluruhan paling lama 3 (tiga) tahun. Batas waktu 3 (tiga) tahun inilah yang menjadi ukuran dari sifat kesementaraan sebuah pekerjaan, sehingga apabila sebuah pekerjaan dianggap tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun, maka pekerjaan itu menjadi bersifat tetap. Karena UU ASN tidak memberikan jenis dan sifat pekerjaan bagi PPPK, bisa saja seseorang dengan status PPPK nantinya menjadi pegawai kontrak namun untuk pekerjaan yang sebenarnya bersifat tetap. Dalam perspektif filosofis, perubahan sistem kepegawaian menjadi PNS dan PPPK, pada dasarnya telah melanggar beberapa asas penyelenggaraan ASN yang dianut oleh UUASN sendiri, yaitu asas keadilan hukum dan kepastian hukum, karena adanya perlakuan yang tidak adil terhadap PPPK dibandingkan dengan PNS. Pembagian pegawai tetap dan kontrak menurut UU ASN lebih buruk dan menyimpang dari pembagian pegawai tetap dan kontrak yang selama ini dikenal di dalam sistem ketenagakerjaan Indonesia, dalam hal ini sistem ketenagakerjaan menurut UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Menurut UU Ketenagakerjaan 2003, perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :

a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;

b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;

c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau

d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

” Lebih jauh lagi, UU Ketenagakerjaan 2003 secara tegas menyatakan bahwa Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Hal ini menegaskan bahwa satu-satunya dasar bagi pembuatan pegawai kontrak menurut UU Ketenagakerjaan 2003 adalah adanya sifat dan jenis pekerjaan yang sementara. Sifat kesementaraan tersebut selanjutnya diperjelas lagi dengan adanya batas waktu bagi pegawai kontrak. UU Ketenagakerjaan 2003 dalam hal ini mengatur bahwa perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. Dengan demikian, seseorang hanya dapat menjadi pegawai kontrak untuk masa keseluruhan paling lama 3 (tiga) tahun. Batas waktu 3 (tiga) tahun inilah yang menjadi ukuran dari sifat kesementaraan sebuah pekerjaan, sehingga apabila sebuah pekerjaan dianggap tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu 3 tahun, maka pekerjaan itu menjadi bersifat tetap. Dari penjelasan di atas terlihat bahwa UU Ketenagakerjaan 2003 membuat syarat yang lebih ketat untuk sistem pegawai kontrak dibandingkan dengan UU ASN. Apabila UU Ketenagakerjaan 2003 membatasi pegawai kontrak hanya untuk pekerjaan yang menurut sifat dan jenisnya sementara, maka UU ASN justru tidak memiliki batasan tersebut.
Sekali lagi, kalimat-kalimat di atas tertuang dalam Naskah Akademis RUU Perubahan UU ASN Nomor 5 Tahun 2014, yang file-nya masih bisa diakses di situs resmi DPR RI. Saat ini sudah ada UU ASN terbaru, yakni UU Nomor 20 Tahun 2023. Ternyata, konsep PPPK di UU ASN terbaru juga masih menggunakan sistem kontrak. Ditambah lagi sekarang ada PPPK Paruh Waktu.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *