Anak dari Pasangan Tunanetra Raih Gelar Sarjana, Tepuk Tangan untuk Doa yang Tak Melihat

Kampus Kami11 Dilihat

SUARAGURU.ID – Suasana haru menyelimuti Auditorium Prof Ali Hasjmy, Banda Aceh, pada hari ketiga Wisuda Gelombang III Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh, Kamis (2/10/2025).

Armaya Rosa (25) berdiri anggun mengenakan toga hitam. Di sampingnya, seorang Ayah yang tak pernah menyaksikan wajah putrinya dengan mata, tapi selalu menyalakan harapan dengan doa.

Hasril Hendra Armadi menggenggam tangan putrinya erat-erat. Kedua matanya kosong, tapi suaranya bergetar penuh syukur.

“Walaupun tidak bisa melihat langsung, saya tahu anak saya sudah menyelesaikan kuliahnya,” ujarnya.

Sejenak, auditorium hening, sebelum tepuk tangan kembali bergemuruh. Banyak mata yang berkaca-kaca. Momen itu menandai perjalanan panjang dimana perjuangan, keterbatasan, dan cinta orangtua yang tak pernah padam, akhirnya sampai di panggung wisuda.

Armaya lahir di Sigli, 11 September 2000, dan besar di Banda Aceh. Ia anak pertama dari lima bersaudara. Sejak kecil, ia belajar tentang keteguhan hidup. Ayahnya, Hasril, yang tunanetra, mencari nafkah sebagai tukang pijat. Sang ibu, Saniah yang juga tunanetra bekerja sebagai tukang pijat dan mengurus rumah tangga.

Di rumah sederhana itu, pendidikan anak-anak menjadi prioritas utama. “Banyak tantangan, apalagi ekonomi keluarga kurang mampu. Tapi saya yakin anak saya bisa menyelesaikan kuliah,” kata Hasril.

Pesan itu menular ke Armaya. Selama 13 semester ia menempuh kuliah dijurusan Kimia, menghadapi rintangan akademik dan motivasi. Tidak jarang ia nyaris menyerah, tapi dorongan orangtuanya selalu datang menguatkan.

“Jangan minder, jangan malu, tetaplah berjuang,” begitu nasihat ayahnya.

Hari ini, perjuangan itu membuahkan hasil. Armaya lulus dengan IPK 3,11. Di tengah stigma yang kerap menghantui anak-anak dari keluarga difabel, Armaya memilih bertahan dan bangga.

“Orangtua saya selalu menanamkan semangat. Walaupun mereka tunanetra, mereka tidak pernah menyerah. Itu membuat saya terus bertahan,” ujar Armaya dengan suara bergetar.

Hasril selalu meneguhkan hati anak-anaknya: “Saya selalu bilang, walaupun orang tua cacat tunanetra, kalian harus bisa seperti orang lain. Alhamdulillah, anak-anak saya tidak malu punya orang tua seperti kami,” ucapnya.

Di panggung wisuda, Armaya tersenyum bangga. Ia tahu, di balik toga yang dikenakannya, ada peluh dan doa orangtuanya. Doa yang tak bisa melihat, tapi bisa didengar dan dirasakan.

“Saya sangat bahagia bisa membanggakan orang tua dihari bersejarah ini,” ujar Armaya.

Tepuk tangan ribuan orang seakan menjadi mata bagi Hasril dan istrinya. Mereka tak bisa menatap putrinya, tapi bisa mendengar, perjuangan yang dirawat, akhirnya berbuah manis.

Armaya adalah satu dari 2.081 lulusan UIN Ar-Raniry pada Wisuda Gelombang III Tahun 2025. Jumlah itu terdiri atas 1.932 sarjana, 139 magister, dan 10 doktor. Sejak berdiri, kampus ini telah melahirkan 64.454 alumni.

Namun angka-angka itu hanya statistik. Kisah Armaya dan keluarganya memberi makna lain: pendidikan bukan sekadar ijazah, melainkan keyakinan, doa, dan cinta yang tak mengenal keterbatasan.

Mereka tak bisa menatap putrinya, tapi bisa merasakan cahaya yang lahir dari perjuangannya. Selamat Armaya atas gelar sarjananya.

Sumber : POPULARITAS.COM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *